Bukan Milikku Lagi

29 07 2008

Mbak Endang,…. blogspotnya kembali dihidupkan lagi yaaa???

Sapaan Jeng Iko itu mengagetkanku. Satu alasan tepat untuk merasa kaget itu adalah karena cikal bakal blog ini di perkampungan blog sebelah baru saja kututup  untuk pribadi. Dan menggunakan nama yang berbeda pula, demi mempersiapkan sebuah wajah baru. Maka, pastilah Jeng Iko tidak akan mengetahui nama baru dan statusnya yang masih dalam persiapan itu. Dan pastilah yang dia buka lembarannya adalah halaman dengan alamat yang lama : endangcinta . Lalu…..bagaimana jeng Iko bisa menangkap basah kehadirannya kembali?

Dengan rasa yang sangat tidak nyaman karena degupan jantung terlalu berdebar, maka ” kubuka album biru……penuh debu dan usang……..” Sangat berbeda……sangat menusuk kesadaran hingga beberapa waktu menjadi tidak mampu berpikir. Ah ya……sedikit terlalu dramatis penggambarannya. Tapi hal pertama yang muncul di benak ini, adalah apakah halaman biru itu menjadi halaman dewasa ataukah halaman umum? Doaku, “Aduh Tuhan….jangan Kau biarkan halaman itu jadi halaman dewasa…..plis..plis…jangan…..”

Lalu mengapa bisa begitu? Aku harus mengakui bahwa kadang kebodohan masih melingkupiku, meski  aku merasa sudah jauh lebih pandai dibandingkan dulu. Mestinya aku tahu, bahwa tak mungkin keberadaan sebuah alamat di ranah ini tidak kekal. Mestinya aku tak terlalu lugu untuk menganggap penggantian sebuah nama dan alamat akan begitu saja meniadakan yang pernah hadir. Yang terjadi kemudian adalah seperti yang saat ini ada. Kepemilikannya berpindah tangan tanpa sepenuhnya kusadari. Tanpa faktur, tanpa aku membubuhkan tanda tangan, tanpa perjanjian apalagi transfer rekening.

ENDANGCINTA itu bukan lagi milikku. Bukan lagi sesuatu yang bisa kubentuk sekehendak hati. Bahkan pintunya pun tak ada lagi untuk bisa kumasuki dan kubersihkan seperti keinginanku. Aku cuma bisa memandangnya di luar pagar, halaman yang entah siapa penghuninya. Termangu……tak tahu harus berbuat apa. Entah pemiliknya sungguh cinta nama yang bukan miliknya ataukah tidak.

Masih termangu, tepekur………..tak kulakukan sesuatu pun untuk mempersiapkan tempat baru. Aku masih blo’on sekarang…….





Fatime……temennye Amineh

23 07 2008

Sudah beberapa waktu mengalami keraguan untuk ikut keramaian pada subjek yang sama, hari ini akhirnya keputusan kuambil. Mengikuti jejak teman-teman yang berkasak kusuk dengan cara yang berbeda-beda, salah satunya si bapak senior itu.

Tapi…..ah begini saja……..tidak enak rasanya kalau mengeksklusifkan diri dengan sengaja. Lebih baik, kuutarakan saja kenangan yang bisa dibagi dengan lebih banyak orang. Pasti banyak juga yang memiliki kenangan tentang Bapak-Bapak PSP ini, entah bagaimana caranya. Buatku, mungkin saat mengenal mereka, aku belum menjadi bagian almamater tercinta, karena belumlah setua para senior. Cukup melihat di televisi, baru kemudian menjadi berbangga karena mereka ada di almamater.

Mengutip kenangan yang terbagi dengan seorang sahabat tentang gelaran tikar di lapangan rumput, kacang rebus, bajigur menemani sembari melirik kanan kiri mencari keberadaan pujaan hati,…..apakah akhir minggu ini akan terlaksana seperti itu juga ?





Memaksa atau Berlari Menjauh

21 07 2008

Sejak dulu aku termasuk orang yang tidak percaya bahwa ketika sebuah hubungan dalam kondisi yang kurang baik maka diperlukan tindakan mengambil jarak dari hubungan itu untuk perenungan. Aku tidak percaya teori itu. Bukan menyalahkan mereka yang mempercayai teori itu, tetapi ini adalah soal kepercayaan saja. Dalam logika dan perasaan yang berlaku di diriku, justru hal sebaliknya yang terjadi. Ketika mereka yang sedang bermasalah lalu mengambil jarak dengan hubungan itu sendiri, mundur sejenak atau apapun namanya, apa yang kemudian terjadi? Pasti rasa nyaman. Nyaman karena katanya tidak terlibat lagi dalam konflik yang mungkin terjadi hampir tiap waktu. Nyaman karena dalam keadaan kesal hati, tak perlu lagi melihat wajah yang menimbulkan rasa sebal di hati. Nyaman karena untuk beberapa saat, dunia terasa sangat tenang.Ketika nyaman, jalan arah mana yang begitu memanggil untuk disusuri, berbalik atau pergi makin jauh……

Aku lebih mempercayai kedekatan fisik mampu mengalahkan kegalauan hati terhadap sebuah hubungan. Betul sebal itu lebih merajai. Betul jengkel itu menutup rasa ingin memahami. Tapi hati punya lelah. Lelah untuk terus merasa sebal hingga memilih tak berkomentar. Lalu amarah menjadi tak ada lagi, tak punya rasa, tapi lebih siap bicara. Ini teori ? Mungkin benar teori, tapi datang dari pengalaman. Dan melihat para selebriti yang dalihnya ingin menjauh untuk merenung, namun akhirnya malah berlari makin jauh. Yang aku tahu, kemarahan dan keengganan harus dibunuh dengan kasih sayang kecuali kita memang tak ingin lagi atau menilai hubungan itu tak berarti banyak untuk kehidupan.

Aku…..sedang dalam keinginan untuk membunuh dengan kasih sayang. Membunuh sebuah keengganan, membunuh kata perceraian terhadap sebuah hubungan. Dengan kasih sayang yang saat ini masih dalam rasa dipaksakan. Awalnya pasti begitu, sedikit memaksakan diri. Berbeda dengan ketika dulu baru jatuh cinta. Cinta yang dituangkan berlebihan hingga jenuh dan terlalu membebani. Hingga sesaat tak ingin kembali dan terpikir untuk berlari menjauh .

Hubunganku dengan dunia blog. Oh hohohohoho…………..pasti tadi banyak yang sudah salah sangka.

Tapi betul, jika tak kupaksakan diri hadir disini, aku mungkin akan semakin menjauh. Terlalu nyaman sudah dengan jarak yang tercipta di hari lalu.  Dan tiba-tiba, aku sadari bahwa kehadiran di dalam tulisan, milikku atau milik siapapun, adalah sebuah hubungan. Memerlukan kasih sayang untuk mempertahankan, dan memerlukan cinta yang lebih untuk mampu membunuh rasa enggan. Tak ingin kupertanyakan dulu jiwa yang kubawa ke dalamnya, karena menancapkan cinta untuk membunuh dan menggantikan enggan itu adalah sebuah energi tak terlukiskan. Dan disinilah aku dengan energi itu. Memang rumit sekali, memandang sebuah blog laksana sebuah hubungan antarmanusia. Tetapi aku akan sangat tak pandai jika mengira barisan tulisan yang merajalela di ranah ini tak mengenal kemanusiaan. Lagipula, mestinya tak mengapa menjadi rumit jika nanti kutemukan permata.

Perlahan saja……..biar kuselingi dengan nyanyian meski tak merdu…..biar kusaingi para tetangga yang juga sedang bernyanyi, jangan sampai dia menyanyi lebih fals dariku……..lho?





Cerita Pengantar Tidur Buat Ibu

9 07 2008

Bu, Ibu…..

Kemarilah mendekat. Saya cuma ingin bercerita sedikit tentang hari-hari kemarin. Panjenengan bisa sambil ngunjuk teh manis bening.

Bu, …..kemarin selesai sudah semua proses yang harus saya lakukan untuk membantu anak sulung saya mendapatkan tempat barunya belajar. Sekolah baru. Tinggal lagi hal-hal kecil yang memang baru bisa dilakukan setelah dia mulai belajar disana. Beberapa hari kemarin memang mendebarkan, karena anak-anak sekarang pintar-pintar dan punya nilai yang sangat tinggi. Si sulung itu juga tidak buruk nilainya, tapi ternyata masih kurang kuat untuk dipakai sebagai senjata bersaing sesama mereka. Sekarang sudah lewat, Bu. Anak sulung saya sudah SMA ! Sudah SMA !!! Bagaimana rasanya waktu dulu putro-putro ibu mulai masuk sekolah lanjutan itu?

Pasti ibu bahagia ya……senang bukan main. Saya juga begitu. Semua repot yang diperlukan selama proses mencari itu tidak terasa lagi sekarang.  Tapi bedanya, saya belum boleh terlalu memperlakukannya sebagai orang yang mulai dewasa. Anak saya itu masih terlalu kecil kok Bu, untuk menjadi murid SMA. Umurnya saja masih tiga belas tahun. Betul, dia sudah mulai mengerti beberapa hal yang diperlukan untuk masuk dan menjadi dewasa. Tapi coba Ibu pirsani sendiri…..kemarin dia masih minta saya pangku. Malah selama beberapa hari ini, apalagi sewaktu badannya panas karena tekanan perasaannya sendiri untuk menunggu kepastian tentang sekolah barunya, dia masih minta disuapi untuk makan. Masih sering tidak mau mengalah pada adiknya untuk soal sepele. Masih sering bermain seperti saudara-saudaranya yang lebih kecil. Karena dia memang masih sangat tanggung, Bu.

Bu, Ibu…..

perasaan saya betul-betul tidak karuan. Bukan cemas meski juga bukan sepenuhnya tenang. Masih banyak sekali hal yang membuat saya bertanya-tanya apakah anak sulung saya itu bisa melewatinya atau tidak. Memakai cara Ibu dulu mengasuh kami putro-putro, saya juga berbagi rasa dan cerita saja dengan dia. Kadang diselingi patron-patron yang memang saya tidak menginginkan dia untuk membantah. Kadang kami saling bertukar canda juga seperti teman dan mungkin saya menjelma seperti gadis seumuran dia yang sudah berpikiran lebih tahu. Tapi seringkali juga ramai dengan perbantahan sana sini karena tipikal anak-anak di eranya sekarang, membantahnya juga sudah lebih keras. Sedangkan saya adalah produk setengah modern dan setengah kuno. Bisa ibu bayangkan ndak Bu, sewaktu saya lebih cenderung ingin kekunoan itu dipertahankan, maka cerita yang mesti saya dendangkan akan lebih paaaaaanjaaaaanggg……….begitulah kira-kira.

Bu,

saya tahu Ibu juga bahagia melihat cucunya pintar. Mungkin malah bangga. Dia lebih pintar dari saya kelihatannya. Jadi, saya cuma ingin Ibu menikmati saja perasaan itu. Untuk membuat Ibu tersenyum dan tidak usah terlalu pusing dengan semua masalah yang tidak pernah hilang dari muka bumi. Tidak usah terlalu banyak menggalih yang macam-macam. Mudah-mudahan, satu demi satu prestasi dan semua hasil baik yang kami ceritakan tidak lagi membuat Ibu terlalu cemas memikirkan kami. Kami juga sudah menua, biar kami hadapi sendiri kesulitan-kesulitan yang ada, karena memang kami harus belajar terus untuk kematangan dan kebijaksanaan kami sendiri. Saya ingin, Ibu tetap senyum ketika saya nanti menemui kesulitan lagi. Karena artinya, saya mendapatkan materi baru untuk dipelajari dan supaya lebih pintar lagi. Iya, saya juga tahu perasaan seorang Ibu yang tidak pernah berhenti cemas untuk anaknya.

Bu,

sudah malam sekali sekarang. Udara Jakarta musim kemarau di waktu malam begini masih menyisakan angin, terlebih untuk wilayah pinggirannya seperti rumah ini. Sebaiknya Ibu sekarang sare saja di dekat anak-anak. Biar mereka juga lebih senang tidur dikeloni eyangnya. Besok Ibu boleh duduk saja atau memasak untuk kami jika kerso……