Kaum Datar dan Secukupnya

18 11 2021

— Kaum Datar dan Secukupnya —

Iya, cenderung datar dalam menunjukkan sesuatu terkait rasa. Tak pernah menjadi sangat.
Jika suatu saat terjadi begitu tampak nyata, maka itu adalah ledakan yang tersimpan setelah melalui jalan panjang diam.

Ketika saya berjuang memasuki dan menekuni dunia yang boleh dibilang baru, meski pernah tetapi tak seserius ini, mereka para lelaki kaki panjang ini seolah tak banyak bereaksi. Tak banyak bicara.
Padahal, sesungguhnya mereka hadir di saat yang tak saya minta tetapi saya butuhkan.

Saat saya ragu, belahan jiwa saya itu memerintahkan untuk lanjut. Jika keraguan saya tak juga reda dan hampir pergi, dia memarahi saya. Lanjut!
Ya, dengan kata dan mimik seru, serius.

Saat saya merasa cukup dengan peralatan lama bekas pakai, anak mbarep memfasilitasi dengan yang sangat baru dan dikhususkan bagi saya. Tak perlu meminjam.

Saat saya harus menerima tamu banyak, ragil akan memberikan semua yang dia punya termasuk tenaganya, bahkan keinginan makannya. Dia akan menunda makannya, menunggu hingga saya selesai dan bisa mengambilkannya sepiring nasi.

Saat saya perlu seluruh sumber daya untuk sebuah perhelatan “besar”, mereka semua mengatur yang diperlukan, memberikan tenaga dan pikiran, lalu bersembunyi tak ingin ditampilkan. Lalu hingga akhir membereskan residu yang ada. Dan semua santai bercanda dan tertawa.

Pagi ini, sarapan bersama, saya bercerita. Bahwa saya memasuki tahap baru yang lebih sulit. Dan biasanya, saya tak mampu menghentikan ketika sudah duduk memusatkan mood dan pikiran. Jika harus terpotong sesuatu hal, termasuk kedatangan tukang sayur, semua itu harus saya cari lagi dari awal, sehingga lebih baik saya menunggu hingga semua tugas negara selesai. Begitu.

Sarapan selesai, semua kembali pada kegiatan masing-masing. Pak Uban sambil akan menutup pintu kembali pada perbengkelannya, bertanya dengan senyum, “Jadi, nanti tukang sayur datang, mau beli atau bilang apa?”
Buat saya, ini pengertian luar biasa yang datang tanpa diminta.
“Kalau saya belum duduk mengetik, ya saya akan bisa diganggu.”

Mereka tak membaca karya saya, memang. Karena bukan seleranya. Tak membantu menjualkan juga. Tetapi mereka memberi ruang dan membebaskan saya bergerak sesuai keinginan. Memberi dukungan tak henti dalam bentuk lain yang tak tampak oleh orang luar.

Demikianlah iklim yang kami miliki di rumah. Tidak mengatur, tidak memaksa, tetapi memahami siapa membutuhkan apa.
Alhamdulillah.


Aksi

Information

Tinggalkan komentar