Ya ya…….semua ini keterlaluan rasanya. Mestinya aku tidak suka kalau sudah keterlaluan. Tapi kali ini,mmmm……..mungkin di bagian-bagian tertentu keterlaluannya sangat tidak apa-apa. Sangat mau untuk diterima. Sebab rasanya terlalu menyenangkan, terlalu indah, terlalu riuh, terlalu heboh dan semuanya gara-gara terlalu kangen. Waaaaah………kalau sudah soal kangen, siapa orangnya yang lalu tidak terkunyung-kunyung (alah, bahasa apa ini?).
Begini ceritanya :
Kemarin, tepat hari Jumat di tanggal 2 November 2007 jam 18.00 WIB, bertempat di Restoran Pulau Dua Senayan Jakarta, berkumpul lagi orang-orang yang sudah 18 tahun berpisah. Orang-orang dari satu sekolah negeri di tengah salah satu perkampungan di Kayumanis Jakarta Timur, namanya SMAN 31, khususnya angkatan 1989 . Ini hasil usaha kerja keras dari masing-masing lulusan tahun itu untuk melacak dan saling menjaga kontak personal satu sama lain. Lalu ketika masing-masing kontak itu dipertemukan dalam surat-surat elektronik, suasana riuh pun dimulai. Tolong dicatat, itu baru dalam ranah dunia maya. Bagaimana jika bertemu secara fisik? Ini dia……
Begitu bertemu tatap muka lagi pertama kali, jangan heran ada sapaan-sapaan semacam,” Masih inget gue nggak? ” . Atau,” Elo siapa ya? Sorry ya gue lupa”. Atau,” Gilaaaaa……sukses bener lo sekarang, sampe melebar begitu tuh badan !” Tapi ada juga yang dapat sapaan,” Elo si anu kan…..inget banget gue. Gak berubah sama sekali lo ya?” Percaya deh, yang mendapat sapaan seperti yang terakhir ini hanya segelintir orang saja. Karena setelah waktu pisah selama itu, masing-masing bekerja, menikah dan merasakan kebahagiaan keluarga sendiri, tentu saja sebagian besarnya sudah menjadi LEBIH. Lebih gemuk atau bahkan sangat gemuk, lebih segar, lebih terawat, lebih cantik atau lebih tampan. Hampir semuanya berubah dan membuat pangling. Dan tentu saja menjadi jauuuuuh lebih raaaamai dari apa yang ada di tataran maya saja. Dan acara yang katanya bernama Halal Bi Halal itu tidak tampak selayaknya Halal Bi Halal. Tidak ada kata selamat Idul Fitri apalagi ucapan mohon maaf lahir batin sempat terucap. Murni kekaguman dan takjub saling melihat lagi satu sama lain dan rasanya maaf untuk segala kesalahan itu otomatis ada.
Tempat pertemuan yang dirancang di sebuah rumah makan itu rencananya untuk memfasilitasi orang-orang kelaparan pulang kantor. Makan Malam Bersama. Nyatanya, meski hidangan sudah lama tersaji di meja, dan kursi-kursi tertata rapi untuk ditempati, tak ada yang tampak berminat untuk makan. Lapar hilang. Ayam Lemon, Cumi Goreng Tepung Pulau Dua yang krispi, Kailan Cah Daging Sapi, Udang Goreng Saos Mentega dan Ikan Gurame Asam Manis juga Asinan Dermaga, tak mampu mengalihkan perhatian. Hampir 40 orang yang ada hanya berdiri tak mau duduk dan sibuk bercerita dan terus saja bercerita. Tertawa. Merokok. Bercanda. Memotret. Menelepon mereka-mereka yang tak bisa hadir. Memindahkan satu telepon jaringan internasional ke Singapore tempat jeng Hany dan mas Iwan berada, pada berbagai telinga. Pindah tempat menyapa. Dan seperti anak TK saja akhirnya ada yang sampai harus berteriak mengingatkan untuk segera duduk dan makan. Wartawan ini sendiri, juga sampai tak mampu merasakan lagi apakah makanan-makanan yang dia persiapkan bersama koleganya itu enak yummy atau tidak. Tidak penting lagi soal rasa makanan. Ini bukan wisata kuliner. Sambil makan saja masih terus bercerita. Sesekali berdiri memotret. Tertawa lagi. Kadang meneriakkan sesuatu.
Lokasi pertemuan memang dipilih sebuah lokasi yang sangat nyaman untuk kehingar bingaran yang kita buat. Tempat itu sangat luas, di tengah danau, berangin segar dan memiliki live band. Yang terpenting dari semua itu, tak akan ada pengunjung yang merasa terganggu apalagi sampai keberatan dengan kehebohan yang terjadi dari kumpulan ini. Disana semua pengunjung berhak saling mengganggu dan diganggu dengan suara sebising apapun. Dan live band itu, tentu saja dimanfaatkan. Abdel dan Etykalis, segera bernyanyi di panggung itu. Tapi tak lama setelah mendapat applause meriah dari kumpulannya, mereka berdua cuma menjadi suara nyanyian latar belakang saja. Mungkin tidak ada , setidaknya wartawan ini, yang ingat mereka berdua menyanyikan berapa lagu. Bahkan sampai lupa untuk menagih iuran dari masing-masing peserta HBH untuk keperluan kumpul-kumpul itu. Untung saja partnernya adalah orang yang memang terbiasa mengumpulkan sumbangan dari teman-teman. Maka partnernya itulah yang bergerak mengedarkan sebuah tenggok nasi dari bambu hingga terkumpul sejumlah uang yang cukup banyak. Dan undian door prize berbungkus kado dengan cap logo TPI. Ah, dia memang ibu yang baik.
Waktu makin malam, tak ada yang tampak ingin pulang. Foto bersama dengan banyak jepretan, banyak kamera. Bicara lagi. Tertawa lagi. Tak pernah sadar bahwa kali itu tempat berdiri saja sudah berpindah sangat di tengah, di muka panggung, dimana semua mata dengan mudahnya tertuju kesana. Harus ada yang memulai untuk mengakhiri keriuhan. Harus ada yang berani pamit. Atau restoran akan dengan senang hati mengusir kumpulan ini. Aaaaaarrggghhhh…………sulit untuk berhenti bicara! Sulit untuk berhenti mengungkapkan senangnya, hebohnya, dan…duh, keterlaluan ! Pokoknya keterlaluan. Sampai wartawan ini juga tak mampu menghasilkan foto yang berkualitas baik dan tak tahu lagi angle mana yang harus diabadikan. Keterlaluan !!!!
update : saking senengnya, hurufnya tercetak tebal dan besar semua dan menghasilkan komentar protes dari Amerika sana….(cepatnya dikau nak komen protes, Nek….)
Komentar Terbaru