Kelahiran Para Putra Mahkota

2 08 2006
Kalau di setiap kerajaan lazimnya memiliki putra mahkota, maka kuibaratkan rumahku kini sebagai kerajaanku. Toh, tidak perlu mengurus IMB atau perijinan apapun atau melaporkannya kepada pemerintah setempat. Sepanjang tidak hendak ikut serta dalam proses pemerintahan yang sesungguhnya, semua bebas menyebut rumahnya adalah kerajaannya. Soalnya, aku sendiri tidak berani membandingkannya dengan surga yang aku sendiri belum pernah tahu seperti apa. Tapi Surga, pastilah tidak ada yang dapat menandingi keindahan dan kebahagiaan di dalamnya. Itu yang kupelajari dari keyakinanku.

Kerajaanku, juga ada Raja dan Ratunya dengan dua orang Putra Mahkota. Aku pernah bercerita tentang Rajanya, Pak Uban , yang bekerja di pemerintahan. Ratunya….aku belum ingin bercerita tentangnya, tentangku sendiri. Aku ingin sekali bercerita tentang dua laki-laki kecilku. Ya…anakku memang laki-laki semua. Dulu, ingin juga aku punya anak perempuan. Tapi nampaknya rejekiku adalah yang ada bersamaku saat ini. Dan aku tidak pernah meminta pada Tuhan untuk tetap diberikan seorang anak perempuan. Cukuplah mereka saja asalkan aku sanggup mendidik dan merawat keduanya dengan seluruh cinta dan kemampuanku. Jika tiba waktunya nanti, mereka berdua akan membawakan kami dua orang putri yang akan menjadi anakku juga.
Anak pertamaku lahir delapan bulan hampir sembilan bulan setelah pernikahanku. Tentang ini, semua adalah nikmat Allah. Aku tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan anak karena semuanya mudah sekali bagi kami. Yah, walaupun bagi sebagian orang hal ini menjadi peluang bagi mereka untuk mengejek dan menertawaiku. Tapi aku tidak memusingkannya sama sekali selama Allah mengetahui kami tidak melanggar laranganNya. Proses kelahirannya sendiri sangatlah mudah dan jauh lebih cepat dari perkiraan dokter. Kebetulan bapaknya masih tugas di seberang pulau, jadi yang menemaniku adalah orangtua serta iparku. Kondisi itu membuat kami, aku dan bayiku, ‘merasa’ sangat tahu diri untuk tidak terlalu merepotkan mereka. Kebetulan saat itu bulan puasa. Anakku lahir secara normal menjelang waktu makan sahur dengan begitu mudah dan cepat . Sehingga setelah semua proses selesai, dokternya bisa pamit untuk santap sahur. Ibadahnya tidak terganggu. Alhamdulillah.
Berbeda lagi dengan adiknya. Pada saat kehamilan hingga melahirkan, kami sudah berkumpul menjadi sebuah keluarga yang utuh di ‘pondok’ kami. Tetapi dasar bapaknya bukanlah jenis orang yang romantis mendayu-dayu, jelas tidak mungkin kudapatkan perilaku darinya untuk mengelus buncit perutku apalagi sampai mencium. Porsiku, adalah perhatiannya untuk meluangkan waktu mengantarku periksa ke dokter. Menemaniku menemui dokter tusuk jarum yang men-terapi agar posisi bayi yang sungsang bisa kembali sebagaimana seharusnya. Dan menjagaiku di luar ruangan saat melahirkan. Apalagi, ternyata bayiku terlilit tali pusar sehingga proses kelahirannya sangat lama. Aku tidak pernah ingin operasi caesar, maka sakit yang kurasakan untuk sampai bayi itu benar-benar lahir, memakan waktu sekitar 17 jam. Luar biasa!

Bertahun kemudian, kini mereka tumbuh menjadi anak-anak yang dahsyat bagi kami. Anak pertamaku, kini mulai ABG. Usianya sebelas tahun . Adiknya sudah tujuh tahun. Tidak satupun dari mereka berbadan gemuk, karena memang porsi makannya hanya sedikit, layaknya orangtuanya. Tetapi mereka tumbuh sehat, cerdas, normal dan insyaAllah tidak menyimpan penyakit berat. Aku bukanlah ibu yang bisa menyesuaikan diri dengan gaya bicara anak-anak. Mereka aku biasakan bicara secara apa adanya, dengan cara biasa. Saat masih balita, tidak cadel dan tidak dilembutkan bahasanya. Alhamdulillah, kekuranganku ini juga tidak menyesatkan mereka. Gaya bicara mereka lugas, tidak juga menjadi kasar. Mereka mudah sekali mengerti jika diajak bicara. Ketika berbantahan pun, mereka bisa mengutarakan pendapatnya dengan baik. Tetapi di atas semua itu, mereka adalah anak-anak yang berperilaku sopan dan sudah mampu membawakan dirinya dengan baik saat bersama orang lain. Maha besar Allah yang sudah memberiku karunia sedahsyat itu. Anak-anak yang begitu mudah mendidik dan merawatnya.

Apa yang harus kami lakukan berikutnya? Para putra mahkota ini perlu siap menapaki kehidupannya yang membentang luas. Jika masalahnya adalah prestasi akademik, itu persoalan mudah. Tinggal kami memberinya fasilitas belajar semampu kami, dan mereka melakukan tugasnya belajar sebaik-baiknya. InsyaAllah nilai-nilainya akan baik. Tetapi yang lebih sulit adalah bagaimana mereka menjadi laki-laki yang berakhlak baik, tidak cengeng menghadapi kesulitan hidup dan peka terhadap lingkungan serta kesulitan orang lain. Semua berpulang kepada kami berdua. Dalam keterbatasan kami sebagai manusia, baik secara akhlak, kepandaian maupun materi, kami memohon. Semoga kami tidak salah menitipkan dua laki-laki, putra mahkota kami, pada dunia ini . Agar mereka bisa memberikan sedikit sumbangan kebaikan bagi kemanusiaan.

Aksi

Information

3 responses

2 08 2006
givangkara

bersukurlah para putra mahkota yang memiliki ratu seperti anda.. 🙂

Suka

4 08 2006
Muhammad Mufti

Saya perlu belajar pada Anda. Putra mahkota saya baru berusia 2 bulan lebih dikit. Ada rencana nambahin putri mahkotanya gak nih? biar komplet gitu Mbak…

Suka

4 08 2006
endangwithnadina

Hehehe…saya sudah bersyukur dengan diberikannya 2 putra itu,kita berjalan saja dgn rencana Allah. Yg penting,insyaAllah kita bisa memberikan yang terbaik buat mereka…

Suka

Tinggalkan komentar